kenapa perang lampung harus terjadi apa yang menyebabkanya??
Lampung sebagai provinsi memiliki keistimewaan.
Keistimewaannya itu karena Lampung adalah provinsi satu-satunya di Indonesia yang bisa disebut ‘tanah moyangnya’ kedua orang Jawa.
Kok bisa?
Ya, karena Lampung yang berpenduduk 7.608.405 jiwa sesuai sensus penduduk 2010, sekitar 70 persen beretnis Jawa atau keturunannya. Sisanya, sekitar 20 persen penduduk asli Lampung, dan 10 persennya campuran dari berbagai suku seperti  Semendo, Bali, Lombok, Minang, Batak, Sunda, Madura, Bugis, Banten,  Aceh, Makassar, China dan Arab.
Itulah sebabnya Lampung boleh disebut sebagai Blangkon Sumatera – Tanah Sumatera tapi berbudaya Jawa.
Namun, beberapa hari terakhir ini, Lampung, khususnya di bagian selatan, sedang menangis. Penduduk antardesa berbeda suku, antara penduduk asli Lampung dan Bali sedang berkonflik fisik. Data terakhir menunjukkan, sembilan orang sudah tewas dan seratusan rumah dibakar. Ratusan kepala keluarga mengungsi.
Presiden pun sampai prihatin dan turun tangan memerintahkan pejabat terasnya untuk mengendalikan perang antarsuku Lampung melawan Bali.
Sentimen suku warisan kolonial penjajah masih berlangsung di Bumi Lampung.
Konflik antarsuku, khususnya pendatang dan asli ini bukan datang sendirinya.
Sebagai salah satu provinsi tujuan transmigrasi terbesar mulai kolonial Belanda hingga Orde Baru, Lampung, adalah daerah yang paling banyak memiliki keragaman suku di Indonesia.
Bahkan, Lampung bisa disebut Pulau Jawa kedua, karena di sana penduduk etnis Jawa dengan segala budayanya menguasai dari empat mata angin, dari kampung hingga kota.
Datangnya gelombang suku lain ke Lampung pada Orde Baru ini lewat program transmigrasi, memicu pertentangan paham antara penduduk pendatang dan asli.
Pada tahun 1970-an, perkampungan transmigrasi di Lampung Tengah, misalnya, sering berlangsung perang suku antara Jawa dan Lampung asli. Bahkan perang itu masih berlangsung sampai sekarang.
Pemicunya sepele, mulai dari urusan kejahatan jalanan, pencurian, hingga asmara.
Setiap ada kejahatan, penduduk berbeda suku ini selalu mengaitkannya dengan suku mereka, karena rasa dan pikiran mereka sudah terbangun hidup penuh sentimen. Meski sudah bersekolah tinggi, keinginan untuk menguasai atau merendahkan suku lainnya masih terlihat di Lampung.
Inilah yang kemudian memancing lahirnya perang suku seperti antara Bali dan Lampung di Lampung Selatan belakangan ini.
Perang antarsuku bukan hanya didominiasi antara Jawa dan Lampung, namun juga oleh Bali. Ketiga suku ini memang menjadi kekuatan terbesar penduduk Lampung sekarang, walau Jawa masih yang dominan.
Keberadaan pendatang, khusunya suku Bali, memang sering mendatangkan sentimen dari suku asli, karena suku Bali ini biasanya mengeksklusifkan diri. Mereka membangun desa menyerupai kampung asal mereka di Bali, lengkap dengan pusat ibadah dan kebudayaannya.
Berbeda dengan suku Jawa, yang lebih terbuka dan tidak terlalu eksklusif mengusung kebudayaan leluhur mereka secara nyata.  Dengan begitu, desa Jawa masih bisa diakses oleh penduduk asli, bahkan mereka masih berinteraksi lebih lentur.
Di sisi lain, penduduk asli Lampung yang memiliki falsafah hidup fiil pesenggiri dengan salah satu unsurnya adalah ”Nemui-nyimah” yang berarti ramah dan terbuka kepada orang lain, maka tidak beralasan untuk berkeberatan menerima penduduk pendatang. Tetapi dengan seiring waktu falsafah hidup tersebut mulai luntur dikarenakan berbagai macam hal.
Suku asli Lampung pada dasarnya bersikap sangat baik kepada pendatang. Mereka menyambut pendatang dengan baik, tetapi pendatang sering menyulut amarah penduduk asli. Sebagai tuan rumah, suku asli lampung tentunya tidak akan tinggal diam jika mereka merasa dihina oleh suku lain apalagi hal tersebut berkaitan dengan masalah “harga diri”.




Konlik demi konflik antar suku ini, lahirlah dendam besar yang mengkristal. Bahkan menjadi gumpalan yang merasuk ke jiwa mereka, bahwa suku lain adalah lawan!
Generasi muda Lampung sejak dini sudah diajarkan secara alamiah untuk tidak membaur dengan suku lainnya. Saling merendahkan antarsuku dimulai.
Misalnya anak–anak suku Bali tidak mau bermaini dengan anak–anak suku lainnya begitu juga dengan anak – anak dari suku Jawa maupun Lampung. Mereka biasanya berkelompok berdasarkan suku mereka sehingga jika di antara kelompok tersebut terjadi perselisihan tentunya akan melibatkan suku mereka.
Diposting oleh Unknown

1 komentar:

SANJAYA TAGOR mengatakan...

Astagfirulloh haladzim..... Semoga hal serupa tak akan terulang lagi di provinsi yg multi suku

26 September 2016 pukul 04.52  
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2010 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2010 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2010 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. Provided By Free Website Templates | Freethemes4all.com
Free Website templatesFree Flash TemplatesFree joomla templatesSEO Web Design AgencyMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates